Menangis Terlihat Lemah?

30 July 2019

Ayah mendidik kami, keempat putrinya, dengan tegas. Ia juga jarang bertemu dengan kami karena bekerja di luar kota. Namun, setiap kali ia pulang, hati saya malah diliputi ketakutan. Saya merasa tidak disayangi olehnya. Saya merasa harus tegar bila bersama ayah, mandiri, dan tidak boleh menangis. Kadang-kadang saja saya menangis ketika terjadi kesalahpahaman. Di sisi lain, saya tidak ingin terlihat lemah di mata orang lain. Saya pun menjadi pribadi yang sulit mengungkapkan perasaan. 

Berapa banyak di antara kita yang dididik untuk tidak boleh menangis? Bahwa kita harus kuat terus-menerus? Adakah yang merasa sulit mengungkapkan perasaannya? Apakah hal ini wajar? Penelitian seorang profesor di New York menyebutkan bahwa anak laki-laki yang dididik untuk tidak boleh menangis, pada saat dewasa akan kesulitan mengungkapkan perasaannya. 

Firman Tuhan hari ini menunjukkan Yesus pun menangis ketika Lazarus meninggal. Yesus, Pribadi yang sempurna itu, mengekspresikan perasaan-Nya di depan banyak orang. Tidak ada larangan untuk menangis. Bapalah yang akan menampung setiap tetes air mata kita. Dia peduli. 

Menangis ketika sedih dan tertawa bila bahagia adalah ungkapan perasaan yang wajar. Tuhan tidak menentang hal itu. Dia ingin mengenal dan mendengar setiap isi hati kita. Belajar mengungkapkan perasaan secara wajar sama dengan jujur terhadap diri sendiri. Hal itu juga menyehatkan jiwa dan memampukan kita berempati terhadap keadaan orang lain.

Monica Petra Karunia / RH