Menghadapi Penderitaan

29 October 2018

November 1873, Horatio G. Spafford mengantar istri dan empat anaknya ke atas kapal untuk berangkat ke Inggris. Malangnya, Ville du Havre, kapal yang ditumpangi keluarganya tenggelam. Sebanyak 226 penumpang tewas. Istri selamat; empat putrinya tenggelam. Saat tengah berlayar untuk menjemput sang istri, di Samudera Atlantik, kapten kapal memanggilnya dan berkata: “Sebuah perhitungan cermat telah dibuat dan sekarang kita sedang melewati tempat Ville du Havre tenggelam.” Malam itu juga, Horatio G. Spafford menulis lirik untuk himne terkenal, “Nyamanlah Jiwaku.”

Kisah yang hampir sama sebelumnya terjadi pada Ayub. Anak-anaknya tewas, hartanya lenyap, istrinya bersungut-sungut, para sahabat yang diharapkannya datang menghibur justru menghakiminya. Belum cukup, luka dan koreng di sekujur tubuhnya membuatnya nyaris tak dikenali lagi. Namun, lewat cobaan berat tersebut, kesabaran Ayub membuahkan hasil. Tuhan mengganti segala miliknya yang hilang dan imannya tak perlu lagi dipertanyakan.

Penderitaan merupakan momok yang menakutkan jika kita bersandar pada pengertian sendiri, sekaligus seumpama soal ujian yang menentukan kelulusan iman. Berbahagialah jika kita berada di titik yang terasa begitu berat. Kiranya kita dimampukan keluar dari kondisi itu dengan iman dan pengharapan yang baru. Dalam dukanya, Horatio menciptakan pujian menguatkan. Dalam dukanya, Ayub tetap memuji Tuhan. Kiranya kesabarannya menjadi teladan bagi kita saat Tuhan menempatkan kita pada situasi yang serupa.

TAK ADA HAL YANG AKAN MENGGOYAHKAN KITA

 

Yessica Kansil / RH