Es Potong

21 June 2018

Begitu keluar dari sebuah toko di Orchard Road, Singapura, saya membeli es potong. Penjualnya yang memakai sepeda motor tua melayani saya dengan ramah, cepat, dan efisien. Di belakang saya ada seorang anak yang merengek untuk dibelikan es potong juga. Meskipun agak enggan, mamanya mengabulkan permintaan anaknya itu. Saat saya hendak pergi meninggalkan tempat itu, saya sempat melirik anak itu menikmati es potongnya. Tanpa tahu penyebabnya, es potongnya jatuh. Anak itu menangis dan minta lagi, tetapi mamanya menarik tangannya dan beranjak pergi. Tiba-tiba saya melihat penjual es potong itu menyodorkan sebuah es lagi kepada anak itu sambil berkata, “Tidak usah bayar!”

Pemandangan di siang hari yang panas itu tiba-tiba saja menyejukkan hati saya. Kota Singa dengan penduduknya yang efektif dan efisien dalam menjalankan pekerjaannya siang itu menunjukkan wajah welas asihnya. Saya belajar sekali lagi bahwa justru orang-orang kecillah yang sering kali memiliki hati yang mau memberi dan berbagi. Tindakan yang patut dipuji.

Rasul Paulus menunjukkan bahwa kemurahan hati tidaklah bergantung kepada seberapa banyak harta yang kita miliki. Ada orang kaya yang kikir. Ada orang miskin yang pelit. Namun, ada juga orang kaya dan miskin yang sama-sama dermawan. Masalahnya terletak pada hati. Apakah hati kita dipenuhi rasa cukup sehingga kita bisa berbagi atau justru merasa kurang terus sehingga tidak berhenti mencari ?

AKU TIDAK LAGI MEMERLUKAN LEBIH BANYAK HAL
KARENA AKU SUDAH MEMILIKI CUKUP.—Furla

 

Xavier Quentin Pranata / RH